Sadarkah anda bahwa hidup anda saat ini tak bisa begitu saja lepas dari produk dan jasa dari perusahaan-perusahaan terbuka . Mau tak mau, terima saja hal ini. Berpengaruh atau tidak bagi anda, yang pasti anda tetaplah konsumen bagi produk perusahaan-perusahaan yang punya LABEL *.tbk, yang ada saham di BEI. Apa yang dibahas ini? Bagi anda yang sudah familiar dengan dunia pasar modal atau saham, tentu anda paham dengan akhiran *.tbk. Misalnya saja Waskita Karya, tbk., Gudang Garam, tbk., dan sebagainya. Bila anda masih bingung karena masih baru baca di sini, tak perlu risau. Silakan baca penjelasan ala saya berikut ini. Jadi, perusahaan yang telah go public, atau sudah menjual sebagian saham ke publik, maka otomatis menyandang \'gelar\' tbk (terbuka). Maksudnya, semua orang bebas membeli saham perusahaan tersebut sesuai mekanisme yang resmi dari BEI. Mengenai alasan perusahaan-perusahaan mau menjual sahamnya, barangkali saya akan ulas di postingan saya nanti. Disini batasan...
Banyak sekali definisi dari konsep dasar-dasar investasi. Ada yang meninjau investasi dari pemakaian ‘modal dasar’ saat ini yang diinvestasikan untuk kepentingan dan pertumbuhan usaha di masa depan. Investasi ini menghendaki pertumbuhan, meskipun tak bisa menghilangkan aspek risiko begitu saja.
Ada lagi pihak yang memaknai investasi sebagai aktivitas ‘menitipkan’ atau ‘menempatkan’ sejumlah dana untuk mengharapkan keuntungan di rentang waktu tertentu. Hal ini kerap kali terlihat di dunia pasar modal.
Satu lagi pihak yang menyebutkan investasi sebagai upaya menanamkan modal atau uang ke dalam aktivitas produksi. Misalnya dipakai untuk membeli gedung, mesin, dan sebagainya. Satu hal yang pasti, semua masih berkaitan dengan aktivitas produksi. Tapi penting saya tambahkan bahwa sebenarnya investasi tidak hanya melulu tentang produksi.
Bahkan kini masyarakat di Indonesia semakin peduli untuk berinvestasi pada pendidikan putra-putrinya. Apapun itu, investasi tetaplah upaya investor untuk memanfaatkan sumber daya modal atau barangnya untuk masa depan yang lebih baik lagi; selain mempertimbangkan aspek risiko yang mungkin terjadi selama berinvestasi.
Kalau anda masih sulit memaknai investasi, barangkali saja akan semakin bijak bila anda menghubungi kolega anda yang bergelut di bidang akademik. Angkat gagang telepon anda, segera. Saya percaya bahwa anda punya kolega yang memiliki wawasan yang luas di bidang teori akademik.
Jadi, misalnya anda punya segepok uang, dengan proyeksi jangka menengah-panjang, keputusan apa yang anda buat? Barangkali itulah yang disebut : INVESTASI. Meski sejujurnya saya tak mau pusing dengan istilah-istilah ini. Saya akan siap hanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan penerapan investasi di dunia pasar modal, terutama saham.
Kenapa saham? Jelas karena saham adalah satu dari sekian instrumen investasi yang ada di dunia ini. Lalu apa hanya saham? Jelas saja bukan. Saya bilang saham hanya karena saya terlanjur kesengsem dengan keelokannya yang begitu dinamis. Betapa tidak, dengan saham, ada peluang mampu memberikan komisi IDR 30M lebih! Wow, setiap hari ini...!
Sebelum saya mengorek tentang saham di tulisan-tulisan saya berikutnya, mungkin saja bisa saya ulas sekilas tentang instrumen investasi. Bisa emas, tanah, rumah, saham, atau edukasi.
Misalnya saja emas. Dengan membeli emas, maka sudah bisa disebut berinvestasi. Kabar baiknya, ini sudah diwariskan turun-temurun di masyarakat Indonesia. Bila anda mengamati, dulu tahun 1991, harga emas hanya sekitar IDR 11 ribu. Tapi sekarang? Ya, benar sekali, diatas IDR 500 ribu. Tentu fantastis bagi sebagian orang yang mengempit emasnya sejak saat itu.
Lalu ada lagi tanah. Ilmu ini pun masih warisan dari nenek moyang kita. Bahwa ada dogma yang mengatakan bahwa harga tanah pasti naik; tentu anda akan sulit menyangkalnya. Secuil kisah nyata, minggu lalu saya dikasih tahu teman kerja saya, sebut saja Wahyu, bahwa dia baru saja beli tanah seharga IDR 50 juta.
Selang seminggu ada yang menghampirinya dengan uang cash IDR 65 juta, agar Wahyu mau menjual tanah yang baru dibelinya. Saya kita anda akrab dengan cerita-cerita nyata yang seperti ini bila membahas tanah.
Dari investigasi BI beberapa tahun lalu, ada satu orang yang memiliki angsuran 9 unit rumah! Tentu ini berbau spekulasi. Makanya pemerintah bergerak cepat, sebab kisah runtuhnya Lehmann & Brothers di Amerika sana akan terulang di bumi pertiwi.
Singkat kata, apapun itu fenomenanya, rumah tetaplah instrumen investasi yang menggiurkan bagi para investor karena kenaikan harganya yang tinggi.
Benarkah banyak orang yang menggeluti bidang investasi ini? Ah, barangkali saya perlu meralat pernyataan di baris pertama paragraf ini. Tapi sudahlah, memang kalau dihitung sendiri, orang akan capek bila harus menghitung hingga 2 juta orang; kisaran akun yang tercatat sebagai pelaku di pasar modal.
Tapi bila anda membandingkan dengan seluruh penduduk negeri ini yang konon katanya menjapai 250 juta orang, maka angka 2 juta orang tentu sangat sedikit. Padahal per Oktober 2016 ini, tercatat kapitalisasi IDX menyentuh IDR 5.800 T. Tentu saja asing masih memiliki ruang yang lebar disini.
Kembali ke saham sebagai instrumen investasi, ada saham yang harganya bisa naik berkali-kali lipat dalam rentang waktu tertentu. Sebabnya banyak. Tapi saya pastikan, saya termasuk orang yang suka dengan kenaikan harga saham yang kinerja keuangannya ciamik.
Bukan saham perusahaan-perusahaan yang sudah bergerak duluan hanya dipicu isu-isu yang seringnya tidak jelas. Makanya, bila tertarik investasi di saham, sebaiknya mengawalinya dengan kemauan yang kuat untuk mau belajar. Terutama tentang operasional perusahaan, termasuk analisa laporan keuangan.
konsep-dasar-investasi-bagi-masa-depan
Oleh sebab itulah, saya memasukkan edukasi sebagai instrumen investasi yang paling penting dipahami. Tanpa belajar, saya akan sulit sharing pengetahuan investasi ini pada anda semua. Tanpa keinginan belajar yang kuat, maka bisa dipastikan orang akan sulit memahami fenomena-fenomena yang berkembang dalam dunia investasi; bahkan hal-hal yang lain.
Apakah hanya 5 hal diatas saja yang bisa menjadi instrumen investasi? Saya katakan, belum tentu. Barangkali saja ada banyak cara berinvestasi. Tidak harus memilih dari 5 hal yang sudah saya sebutkan diatas. Tapi pesan saya satu. Jangan meminta Kanjeng Dimas untuk menggandakan uang anda!
Ada lagi pihak yang memaknai investasi sebagai aktivitas ‘menitipkan’ atau ‘menempatkan’ sejumlah dana untuk mengharapkan keuntungan di rentang waktu tertentu. Hal ini kerap kali terlihat di dunia pasar modal.
Satu lagi pihak yang menyebutkan investasi sebagai upaya menanamkan modal atau uang ke dalam aktivitas produksi. Misalnya dipakai untuk membeli gedung, mesin, dan sebagainya. Satu hal yang pasti, semua masih berkaitan dengan aktivitas produksi. Tapi penting saya tambahkan bahwa sebenarnya investasi tidak hanya melulu tentang produksi.
Bahkan kini masyarakat di Indonesia semakin peduli untuk berinvestasi pada pendidikan putra-putrinya. Apapun itu, investasi tetaplah upaya investor untuk memanfaatkan sumber daya modal atau barangnya untuk masa depan yang lebih baik lagi; selain mempertimbangkan aspek risiko yang mungkin terjadi selama berinvestasi.
Kalau anda masih sulit memaknai investasi, barangkali saja akan semakin bijak bila anda menghubungi kolega anda yang bergelut di bidang akademik. Angkat gagang telepon anda, segera. Saya percaya bahwa anda punya kolega yang memiliki wawasan yang luas di bidang teori akademik.
Jadi, misalnya anda punya segepok uang, dengan proyeksi jangka menengah-panjang, keputusan apa yang anda buat? Barangkali itulah yang disebut : INVESTASI. Meski sejujurnya saya tak mau pusing dengan istilah-istilah ini. Saya akan siap hanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan penerapan investasi di dunia pasar modal, terutama saham.
Kenapa saham? Jelas karena saham adalah satu dari sekian instrumen investasi yang ada di dunia ini. Lalu apa hanya saham? Jelas saja bukan. Saya bilang saham hanya karena saya terlanjur kesengsem dengan keelokannya yang begitu dinamis. Betapa tidak, dengan saham, ada peluang mampu memberikan komisi IDR 30M lebih! Wow, setiap hari ini...!
Jenis-jenis Instrumen Investasi
Sebelum saya mengorek tentang saham di tulisan-tulisan saya berikutnya, mungkin saja bisa saya ulas sekilas tentang instrumen investasi. Bisa emas, tanah, rumah, saham, atau edukasi.
Emas
Misalnya saja emas. Dengan membeli emas, maka sudah bisa disebut berinvestasi. Kabar baiknya, ini sudah diwariskan turun-temurun di masyarakat Indonesia. Bila anda mengamati, dulu tahun 1991, harga emas hanya sekitar IDR 11 ribu. Tapi sekarang? Ya, benar sekali, diatas IDR 500 ribu. Tentu fantastis bagi sebagian orang yang mengempit emasnya sejak saat itu.
Tanah
Lalu ada lagi tanah. Ilmu ini pun masih warisan dari nenek moyang kita. Bahwa ada dogma yang mengatakan bahwa harga tanah pasti naik; tentu anda akan sulit menyangkalnya. Secuil kisah nyata, minggu lalu saya dikasih tahu teman kerja saya, sebut saja Wahyu, bahwa dia baru saja beli tanah seharga IDR 50 juta.
Selang seminggu ada yang menghampirinya dengan uang cash IDR 65 juta, agar Wahyu mau menjual tanah yang baru dibelinya. Saya kita anda akrab dengan cerita-cerita nyata yang seperti ini bila membahas tanah.
Rumah
Kemudian ada instrumen investasi lainnya, rumah. Mirip-mirip tanah, sih. Malah sekitar 5 tahun terakhir ini terbilang sangat bombastis dengan harga rumah. Sampai-sampai pemerintah membuat kebijakan untuk mengerem laju harga rumah dengan membuat aturan Loan to Value (LTV) 30%, yang baru-baru ini diperlonggar menjadi 20%.Dari investigasi BI beberapa tahun lalu, ada satu orang yang memiliki angsuran 9 unit rumah! Tentu ini berbau spekulasi. Makanya pemerintah bergerak cepat, sebab kisah runtuhnya Lehmann & Brothers di Amerika sana akan terulang di bumi pertiwi.
Singkat kata, apapun itu fenomenanya, rumah tetaplah instrumen investasi yang menggiurkan bagi para investor karena kenaikan harganya yang tinggi.
Saham
Saham, tak sedikit orang yang berkecimpung dibidang ini. Tentu saja saya termasuk disini. Malah inilah PASSION saya. Secara jangka panjang, hampir bisa dipastikan 99% harga saham perusahaan-perusahaan yang dikelola dengan baik, meski berfluktuasi, harganya akan mampu terus mencetak rekor baru; begitu seterusnya.Benarkah banyak orang yang menggeluti bidang investasi ini? Ah, barangkali saya perlu meralat pernyataan di baris pertama paragraf ini. Tapi sudahlah, memang kalau dihitung sendiri, orang akan capek bila harus menghitung hingga 2 juta orang; kisaran akun yang tercatat sebagai pelaku di pasar modal.
Tapi bila anda membandingkan dengan seluruh penduduk negeri ini yang konon katanya menjapai 250 juta orang, maka angka 2 juta orang tentu sangat sedikit. Padahal per Oktober 2016 ini, tercatat kapitalisasi IDX menyentuh IDR 5.800 T. Tentu saja asing masih memiliki ruang yang lebar disini.
Kembali ke saham sebagai instrumen investasi, ada saham yang harganya bisa naik berkali-kali lipat dalam rentang waktu tertentu. Sebabnya banyak. Tapi saya pastikan, saya termasuk orang yang suka dengan kenaikan harga saham yang kinerja keuangannya ciamik.
Bukan saham perusahaan-perusahaan yang sudah bergerak duluan hanya dipicu isu-isu yang seringnya tidak jelas. Makanya, bila tertarik investasi di saham, sebaiknya mengawalinya dengan kemauan yang kuat untuk mau belajar. Terutama tentang operasional perusahaan, termasuk analisa laporan keuangan.
Pendidikan
konsep-dasar-investasi-bagi-masa-depan
Oleh sebab itulah, saya memasukkan edukasi sebagai instrumen investasi yang paling penting dipahami. Tanpa belajar, saya akan sulit sharing pengetahuan investasi ini pada anda semua. Tanpa keinginan belajar yang kuat, maka bisa dipastikan orang akan sulit memahami fenomena-fenomena yang berkembang dalam dunia investasi; bahkan hal-hal yang lain.
Apakah hanya 5 hal diatas saja yang bisa menjadi instrumen investasi? Saya katakan, belum tentu. Barangkali saja ada banyak cara berinvestasi. Tidak harus memilih dari 5 hal yang sudah saya sebutkan diatas. Tapi pesan saya satu. Jangan meminta Kanjeng Dimas untuk menggandakan uang anda!
Komentar
Posting Komentar